
Saturday, August 31, 2013
at
10:18 PM
|
Fenomena Tempat Pemungutan Suara (TPS)
Tanggal 31 Agustus yang lalu, Kota Tangerang mengadakan pemilihan walikota. Serentak di seluruh wilayah kota Tangerang didirikan TPS guna para warga datang untuk memberikan suaranya. Tidak ketinggalan saya pun ikut untuk memberikan suara saya. Pagi-pagi sekali saya sudah datang ke TPS (rajin bener yaakk hehehe) padahal dateng pagi-pagi karena si ade tuh sabtu masih kerja jadi buru-buru deh biar dia ngga terlambat ke kantor hehe ditambah saya juga kan ada kegiatan wajib di hari sabtu pagi yaitu berenang.
TPS yang saya kunjungi bentuknya biasa saja, hanya terdiri dari sebuah terpal sebagai atapnya dan sampingnya dibiarkan terbuka, tidak dilindungi oleh apapun. Saya juga tidak merasa terganggu dengan hal itu karena menurut saya mungkin memang demikian adanya. Setelah selesai memberikan hak, saya berangkat ke kolam berenang dengan menggunakan sepeda. Jalanan belum ramai sehingga bisa santai, saya memperhatikan beberapa TPS yang saya lihat di sepanjang perjalanan. Tidak jauh dari rumah, ada TPS lain dan kondisinya tidak jauh berbeda dengan tempat saya memberikan hak suara, hanya berbeda di warna terpalnya saja hehe.
Makin melangkah jauh, saya memasuki perumahan yang memang selalu saya lewati sebagai jalan pintas, saya melihat ada TPS yang berdiri dengan sangat bagus. Itu bukan seperti TPS tapi seperti tenda untuk pernikahan karena atapnya bagus dan sekelilingnya dilindungi oleh kain yang dihias dengan bagus, mirip seperti tenda untuk pernikahan, dalam hati saya berkata wow keren sekali yak. Melangkah lebih jauh saya mendapati TPS lain yang letaknya di dalam gedung, ini lebih wow lagi. Di dalam gedung serbaguna yang biasa digunakan untuk acara-acara besar di lingkungan perumahan tersebut. Saya menjadi sangat tertarik dengan TPS ini. Makin jauh makin saya perhatikan TPS-TPS lain yang bisa saya lihat di sepanjang perjalanan menuju kolam renang.
Saya jadi berpikir, kenapa ya bisa beda-beda bentuknya. Apa yang salah ya?
Saya tertarik dengan hal tersebut dan akhirnya berdiskusi dengan salah satu teman. Dia memberikan informasi bahwa untuk pembuatan TPS itu harusnya memang ada dana yang diberikan dari kecamatan pada kelurahan, ya mungkin juga diatasnya kecamatan, yang pasti seturut dengan besarnya kapasitas pemilihan yang akan dilakukan. Mungkin kalau hanya walikota ya berarti tingkat tertingginya ya pusat pemerintahan di kotanya. Kalau pemilihan presiden ya bisa jadi dari yang paling tinggi sekali yaitu pemerintah sendiri. Jika memang demikian berarti jumlah dana yang diterima oleh setiap RT (lingkup pemerintahan paling kecil) kemungkinan sama. Kalau menurut teman saya ini, kemungkinan tidak sampai RT, maksudnya tingkat RW saja karena terkadang ada beberapa RT yang berdekatan jadi TPS tidak harus 1 RT 1 TPS tapi bisa digabungkan tergantung dengan wilayah pencakupan dan jarak antar RT tersebut.
Walaupun demikian, tetap saja pertanyaan mengenai mengapa berbeda-beda bentuk TPS tetap muncul dalam benak saya. Teman saya menyimpulkan bahwa mungkin saja memang semua dana digunakan untuk membuat TPS atau dana hanya digunakan seadanya dan sisanya mungkin dibagi-bagi kepada petugas TPS atau pejabat terkait. Atau mungkin saja memang ada partisipasi dari warga yang dengan relanya memberikan bantuan baik material maupun dana untuk pembuatan TPS yang layak dan bagus. Karena hal tersebut terkait dengan nama baik dari wilayahnya juga. Bisa kita lihat bahwa kalau TPS tersebut akan dikunjungi oleh orang terpandang atau mungkin calon dari yang akan dipilih, TPS tersebut pastilah bagus.
Sesungguhnya memang tidak penting bagus atau tidaknya TPS, yang penting adalah bahwa hak suara digunakan dengan baik tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Namun fenomena bentuk TPS membuat banyak orang dapat menilai standar kelayakan di wilayah tersebut, siapa saja yang tinggal di wilayah tersebut dan bagaimana pemerintahan di daerah tersebut menjalankan fungsinya selama ini.
Tanggal 31 Agustus yang lalu, Kota Tangerang mengadakan pemilihan walikota. Serentak di seluruh wilayah kota Tangerang didirikan TPS guna para warga datang untuk memberikan suaranya. Tidak ketinggalan saya pun ikut untuk memberikan suara saya. Pagi-pagi sekali saya sudah datang ke TPS (rajin bener yaakk hehehe) padahal dateng pagi-pagi karena si ade tuh sabtu masih kerja jadi buru-buru deh biar dia ngga terlambat ke kantor hehe ditambah saya juga kan ada kegiatan wajib di hari sabtu pagi yaitu berenang.
TPS yang saya kunjungi bentuknya biasa saja, hanya terdiri dari sebuah terpal sebagai atapnya dan sampingnya dibiarkan terbuka, tidak dilindungi oleh apapun. Saya juga tidak merasa terganggu dengan hal itu karena menurut saya mungkin memang demikian adanya. Setelah selesai memberikan hak, saya berangkat ke kolam berenang dengan menggunakan sepeda. Jalanan belum ramai sehingga bisa santai, saya memperhatikan beberapa TPS yang saya lihat di sepanjang perjalanan. Tidak jauh dari rumah, ada TPS lain dan kondisinya tidak jauh berbeda dengan tempat saya memberikan hak suara, hanya berbeda di warna terpalnya saja hehe.
Makin melangkah jauh, saya memasuki perumahan yang memang selalu saya lewati sebagai jalan pintas, saya melihat ada TPS yang berdiri dengan sangat bagus. Itu bukan seperti TPS tapi seperti tenda untuk pernikahan karena atapnya bagus dan sekelilingnya dilindungi oleh kain yang dihias dengan bagus, mirip seperti tenda untuk pernikahan, dalam hati saya berkata wow keren sekali yak. Melangkah lebih jauh saya mendapati TPS lain yang letaknya di dalam gedung, ini lebih wow lagi. Di dalam gedung serbaguna yang biasa digunakan untuk acara-acara besar di lingkungan perumahan tersebut. Saya menjadi sangat tertarik dengan TPS ini. Makin jauh makin saya perhatikan TPS-TPS lain yang bisa saya lihat di sepanjang perjalanan menuju kolam renang.
Saya jadi berpikir, kenapa ya bisa beda-beda bentuknya. Apa yang salah ya?
Saya tertarik dengan hal tersebut dan akhirnya berdiskusi dengan salah satu teman. Dia memberikan informasi bahwa untuk pembuatan TPS itu harusnya memang ada dana yang diberikan dari kecamatan pada kelurahan, ya mungkin juga diatasnya kecamatan, yang pasti seturut dengan besarnya kapasitas pemilihan yang akan dilakukan. Mungkin kalau hanya walikota ya berarti tingkat tertingginya ya pusat pemerintahan di kotanya. Kalau pemilihan presiden ya bisa jadi dari yang paling tinggi sekali yaitu pemerintah sendiri. Jika memang demikian berarti jumlah dana yang diterima oleh setiap RT (lingkup pemerintahan paling kecil) kemungkinan sama. Kalau menurut teman saya ini, kemungkinan tidak sampai RT, maksudnya tingkat RW saja karena terkadang ada beberapa RT yang berdekatan jadi TPS tidak harus 1 RT 1 TPS tapi bisa digabungkan tergantung dengan wilayah pencakupan dan jarak antar RT tersebut.
Walaupun demikian, tetap saja pertanyaan mengenai mengapa berbeda-beda bentuk TPS tetap muncul dalam benak saya. Teman saya menyimpulkan bahwa mungkin saja memang semua dana digunakan untuk membuat TPS atau dana hanya digunakan seadanya dan sisanya mungkin dibagi-bagi kepada petugas TPS atau pejabat terkait. Atau mungkin saja memang ada partisipasi dari warga yang dengan relanya memberikan bantuan baik material maupun dana untuk pembuatan TPS yang layak dan bagus. Karena hal tersebut terkait dengan nama baik dari wilayahnya juga. Bisa kita lihat bahwa kalau TPS tersebut akan dikunjungi oleh orang terpandang atau mungkin calon dari yang akan dipilih, TPS tersebut pastilah bagus.
Sesungguhnya memang tidak penting bagus atau tidaknya TPS, yang penting adalah bahwa hak suara digunakan dengan baik tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Namun fenomena bentuk TPS membuat banyak orang dapat menilai standar kelayakan di wilayah tersebut, siapa saja yang tinggal di wilayah tersebut dan bagaimana pemerintahan di daerah tersebut menjalankan fungsinya selama ini.
Posted by
fronita
Labels:
nEws

